BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam istilah
bahasa Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata
Yunani yaitu “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai
cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu,
filsafat berarti cinta kearifan.
Filsafat adalah
usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan
nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia
sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan
sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat
manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Metode filsafat adalah
metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya adalah semua yang ada.
Karena filsafat
bukanlah suatu disiplin ilmu maka sesuai dengan definisinya, sejarah dan
perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam
perkembangannya filsafat berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari
Zaman Yunani Kuno, Zaman kegelapan (Abad 12-13 M), Zaman Pencerahan (14-15 M),
Zaman awal Modern dan Modern (Abad 16-18 M), dan Zaman Pos Modern (Abad 18-19)
hingga saat ini. Dalam karya ilmiah ini akan dibahas mengenai sejarah dan
perkembangan filsafat dari Zaman Yunani Kuno hingga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Zaman
Yunani Kuno
Periode filsafat Yunani
merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini
disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu
pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada
saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di
mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji
tentang asal usul alam yaitu Thales
(624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena
unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah
menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di
atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah
dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche
(asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai
lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada
dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos
menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya,
melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi
dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat
melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api
pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Selain Heraclitos ada pula permenides. Permenides lahir
di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang
hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa ang disebut sebagai
realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat
hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat
dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak
dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak
dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan
banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau
Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan
Aristoteles (384-322 SM). Sokrates
merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama
Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang
terkenal galak dan keras.
Socrates adalah seorang guru. Setiap kali socrates
mengajarkan pengetahuannya, Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada
murid-muridnya. Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan
ajaran baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada para
pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan minum racun pada umur 70
tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia
secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah
yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal
tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
Plato lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia
belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai
titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama yakni mana yang benar yang berubah-ubah
(Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat
indera disebutnya sebagai pengetahuan indera dan pengetahuan yang diperoleh
lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal. Plato menerangkan bahwa manusia
itu sesungguhnya berada dalam dua dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat
tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau
dunia realitas adalah dunia ide.
Menurut Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang
tidak pantas jika manusia tidak mengetahuinya, masalah tersebut adalah:
a.
Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b.
Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat
manusia.
c.
Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak
ada ayat, tidak ada anak dan lain-laian.
d.
Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai
peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran
tentang negara, yang tertera dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika
sama seperti Socrates yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik
(eudaimonia atau well being). Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat
tiga golongan, antara lain:
a.
Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
b.
Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga
keamanan negara).
c.
Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).
Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah
mencipta keselarasan semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan
keseluruhan yang harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang
dasar maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu,
apabila suatu negara belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan
yang paling tepat adalah demokrasi.
Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal
ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/
bayangan dari suatu dunia “ide” yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada
nyata adalah “ide” itu sendiri. Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan
luas meliputi logika, epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika,
estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan
Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak
setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles
lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide”
bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato,
tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap
benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylĂ©”)
dan bentuk (“morfĂ©”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat
dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah
dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi,
artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan
(finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik,
metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi.
Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada
perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang
terdiri dari:
a.
Ajarannya tentang logika
Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi dan
aksidensia. Dan dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam
kategori, yaitu :
1)
Substansi (manusia, binatang).
2)
Kuantitas (dua, tiga).
3)
Kualitas (merah, baik).
4)
Relasi (rangkap, separuh).
5)
Tempat (di rumah, di pasar).
6)
Waktu (sekarang, besok).
7)
Keadaan (duduk, berjalan).
8)
Mempunyai (berpakaian, bersuami).
9)
Berbuat (memmbaca, menulis).
10) Menderita (terpotong,
tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai Bapak logika
tradisional.
b.
Ajaranya tentang sillogisme.
c.
Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles
mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d.
Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang
menjadi permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi
dasar kesatuan.
e.
Ajarannya tentang pengenalan.
f.
Ajarannya tentang etika.
g.
Ajarannya tentang negara.
2.
Jaman
Kegelapan (Abad 12-13 M)
Jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan. Filsafat pada
jaman ini dikuasai oleh pemikiran keagamaan yaitu Kristiani. Puncak dari
filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan
Skolastik Patristik. Skolastik Patristik dibagi menjadi dua yaitu Patristik
Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh
Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes
(185-254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh
dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran dari para Bapa Gereja ini
adalah falsafi-teologis. Ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai
dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak
pengaruh dari plotinos.
Pada jaman Skolastik pengaruh Ploinus diambil alaih oleh
Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran-pemikiran Aristoteles kembali dikenal
dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam yaitu melalui Avicena Ibn.
Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204).
Pengaruh Aristoteles sangatlah besar sehingga ia disebut sebagai “Sang Filsuf”
sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai
“Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani
menghasilkan filsuf penting sebagian ordo Dominikan dan Fransiskan.
3.
Jaman
Pencerahan (Abad 14-15 M)
Pada Abad Petengahan ini muncullah seorang astronom
berkebangsaan Polandia. Astronom tersebut bernama N. Copernicus. Pada saat itu,
N. Copernicus mengemukakan temuannya bahwa pusat peredaran benda-benda angkasa
adalah matahari (Heleosentrisme). Namun temuan N. Copernicus ini tidak disambut
baik oleh otoritas Gereja sebab mereka menganggap bahwa teori yang dikemukakan
oleh N. Copernicus bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa)
yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Oleh karena itulah, N. Copernicus dihukum
kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja.
Galilieo Galilei adalah seorang penemu terbesar di bidang
ilmu pengetahuan. Ia mnemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat
suatu gerak parabola, bukan gerak horisontal yang kemudian berubah menjadi
gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya.
Dengan telekospnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang
Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan
masing-masing berdiri sendiri. Karena pandangannya yang bertentangan dengan
tokoh Gereja akhirnya di hukum mati.
4.
Jaman Awal Modern (Abad 16 M)
Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber
otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi
umat Islam. Pada masa ini muncullah berbagai pemikiran Yunani antara lain
rasionalisme, empirisrme, dan kritisme. Selain itu, masa ini juga memunculkan
seorang intelektual yang bernama Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu
Sina, “The canon of medicine”. Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran
pemikiran empirisme dan realisme
berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa saat itu.
Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa.
Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik
dan Protestan. Pada masa ini, para filsuf jaman modern menegaskan bahwa
pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari
penguasa, tetapi dari diri mereka sendiri. Kemudian, terjadilah perbedaan
pendapat dalam memahami aspek tersebut. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio yakni kebenaran pasti berasal dari (akal).
Berbeda dengan aliran rasionalisme, aliran empirisme meyakini bahwa
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Kemudian,
muncullah aliran kritisisme yang mencoba untuk memadukan kedua pendapat
tersebut. Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).
Dalam buku Discouse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode
yang jitu sebagai dasar yang kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan
menyangsikan segalanya secara metodis. Pelopr kaum rasionalis disebut
Descartes. Kaum rasionalis ini percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam
pikiran.
Sedangkan pelopor aliran empirisme adalah David Hume
(1711-1776). David Hume memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan sebab pengalaman dapat bersifat lahiriyah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi
manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang
paling jelas dan sempurna. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya
bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada
batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi
indera kita.
Adapun aliran kritisisme di pelopori oleh Imanuel Kant
(1724-1804). Imanuel Kant mencoba untuk mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang betentangan tersebut. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi
lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan
atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah
kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk
kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
5.
Jaman
Modern (Abad 17-18 M)
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan
baru. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para empirikus, yang
ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya
pengalaman indrawi manusia. Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke
(1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis JJ.Rousseau
(1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul Kritik der
reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason) yang terbit tahun
1781, memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant
memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak
mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme
maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim
secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain
memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem
penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a
priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari
rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan
bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi)
dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis
antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan
impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana
pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal,
bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.
6.
Jaman Pos
Modern (Abad 18-19 M)
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan
pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar:
rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah
yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan
belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan
aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Berkaitan
dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan
adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857).
Menurut Comte pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu
1 .
teologis.
2 .
Metafisis.
3 .
Positif-ilmiah.
Bagi era manusia
dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan
metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara
ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang
jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian
Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial
yang digagas olehnya ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal
sekarang sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, karena pada masa itu
ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”,
sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper
oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah
aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat,
misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme
dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. LĂ©vi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault.
Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para
epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya
kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap
(dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan
oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology.
Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah
itu tidak lain adalah penelitian (search dan research).
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme
berasal dari kata pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu
aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar
dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James
(1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme
kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan
filsafat.
Selain itu juga muncullah filsafat analitis. Tokoh aliran
ini adalah Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-1951). Ilmu yang ditekuninya
adalah ilmu penerbangan yang memerlukan studi dasar matematika yang mendalam.
Filsafat analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950.
Filsafat ini membahas mengenai analisis bahasa dan anlisis konsep-konsep.
BAB III
PENUTUP
Filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam di
Zaman Yunani Kuno adalah Thales (624-546
SM). Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi
setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan
benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Selain Thales,
terdapat pula beberapa ahli filsuf yang lain diantaranya adalah Heracleitos,
Permenides, Plato dan lain-lain. Puncak keemasaan pada masa Yunani Kuno dicapai
pada masa Sokrates dan Aristoteles.
Jaman kegelapan di mulai dari abad 12-13 M. Pada masa ini
terjadi pertentangan antara gereja yang diwakili oleh pastur dan para raja yang
pro dengan para ulama filsafat. Pada masa ini filsafat mengalami kemunduran.
Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah mati. Ilmu
menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja lah
yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
Pada zaman modern,perkembangan
filsafat mulai ditandai dengan munculnya berbagai pemikiran-pemikiran yaitu
rasionalisme, empirisme, dan kritisme. Aliran rasionalisme di pimpin oleh Rene
Descartes dan aliran empirisme dipimpin oleh David Hume. Sedangkan alira
kritisme dipimpin oleh Imannuel Kant.
Kemudian, perkembangan filsafat
tidak berhenti pada zaman modern namun filsafat berkembang hingga zaman post
modern. Zaman Post Modern ini terjadi pada abad 18-19 M. Pada abad ini banyak bermunculan
aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme,
eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme fenomenologi,
Hedonisme dan Capitalism .
Tokoh-tokoh filsafatyang terlahir di zaman ini antara lain: A. Comte, William
James, Cl. LĂ©vi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Billy Yanuar
Wijaya. 2010. Sejarah dan Perkembangan
Filsafat dari Masa ke Masa. [online].
Budi Setiawan. Sejarah Perkembangan Pemikiran Filsafat : Suatu
Pengantar ke Arah Filsafat Ilmu. [online]