Minggu, 21 Oktober 2012

Sejarah Perkembangan Filsafat dari Zaman Yunani Kuno Hingga Masa Kini



BAB I
PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Dalam istilah bahasa Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani yaitu “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek materinya adalah semua yang ada.
Karena filsafat bukanlah suatu disiplin ilmu maka sesuai dengan definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam perkembangannya filsafat berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari Zaman Yunani Kuno, Zaman kegelapan (Abad 12-13 M), Zaman Pencerahan (14-15 M), Zaman awal Modern dan Modern (Abad 16-18 M), dan Zaman Pos Modern (Abad 18-19) hingga saat ini. Dalam karya ilmiah ini akan dibahas mengenai sejarah dan perkembangan filsafat dari Zaman Yunani Kuno hingga saat ini.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Zaman Yunani Kuno
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam  yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Selain Heraclitos ada pula permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa ang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates  merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang terkenal galak dan keras.
Socrates adalah seorang guru. Setiap kali socrates mengajarkan pengetahuannya, Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya. Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan ajaran baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada para pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
Plato lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan  lama yakni mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebutnya sebagai pengetahuan indera dan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal. Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.
Menurut Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas jika manusia tidak mengetahuinya, masalah tersebut adalah:
a.      Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b.      Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
c.       Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-laian.
d.      Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang tertera dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being). Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:
a.      Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
b.      Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan negara).
c.       Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).  
Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta keselarasan semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang dasar maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu, apabila suatu negara belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi.
Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/ bayangan dari suatu dunia “ide” yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri. Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylĂ©”) dan bentuk (“morfĂ©”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
a.      Ajarannya tentang logika
Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi dan aksidensia. Dan dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu :
1)      Substansi (manusia, binatang).
2)      Kuantitas (dua, tiga).
3)      Kualitas (merah, baik).
4)      Relasi (rangkap, separuh).
5)      Tempat (di rumah, di pasar).
6)      Waktu (sekarang, besok).
7)      Keadaan (duduk, berjalan).
8)      Mempunyai (berpakaian, bersuami).
9)      Berbuat (memmbaca, menulis).
10)  Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai Bapak logika tradisional.
b.      Ajaranya tentang sillogisme.
c.       Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d.      Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang menjadi permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan.
e.       Ajarannya tentang pengenalan.
f.        Ajarannya tentang etika.
g.      Ajarannya tentang negara.

2.      Jaman Kegelapan (Abad 12-13 M)
Jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan. Filsafat pada jaman ini dikuasai oleh pemikiran keagamaan yaitu Kristiani. Puncak dari filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik. Skolastik Patristik dibagi menjadi dua yaitu Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis. Ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari plotinos.
Pada jaman Skolastik pengaruh Ploinus diambil alaih oleh Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran-pemikiran Aristoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam yaitu melalui Avicena Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles sangatlah besar sehingga ia disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian ordo Dominikan dan Fransiskan.
3.      Jaman Pencerahan (Abad 14-15 M)
Pada Abad Petengahan ini muncullah seorang astronom berkebangsaan Polandia. Astronom tersebut bernama N. Copernicus. Pada saat itu, N. Copernicus mengemukakan temuannya bahwa pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme). Namun temuan N. Copernicus ini tidak disambut baik oleh otoritas Gereja sebab mereka menganggap bahwa teori yang dikemukakan oleh N. Copernicus bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Oleh karena itulah, N. Copernicus dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja.
Galilieo Galilei adalah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia mnemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horisontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan telekospnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Karena pandangannya yang bertentangan dengan tokoh Gereja akhirnya di hukum mati.
4.      Jaman Awal Modern (Abad 16 M)
Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Pada masa ini muncullah berbagai pemikiran Yunani antara lain rasionalisme, empirisrme, dan kritisme. Selain itu, masa ini juga memunculkan seorang intelektual yang bernama Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, “The canon of medicine”. Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme  berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa saat itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Pada masa ini, para filsuf jaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari penguasa, tetapi dari diri mereka sendiri. Kemudian, terjadilah perbedaan pendapat dalam memahami aspek tersebut. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio yakni kebenaran pasti berasal dari (akal). Berbeda dengan aliran rasionalisme, aliran empirisme meyakini bahwa pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Kemudian, muncullah aliran kritisisme yang mencoba untuk memadukan kedua pendapat tersebut. Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discouse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar yang kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya secara metodis. Pelopr kaum rasionalis disebut Descartes. Kaum rasionalis ini percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.
Sedangkan pelopor aliran empirisme adalah David Hume (1711-1776). David Hume memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan  sebab pengalaman dapat bersifat lahiriyah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun aliran kritisisme di pelopori oleh Imanuel Kant (1724-1804). Imanuel Kant mencoba untuk mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang betentangan tersebut. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
5.      Jaman Modern (Abad 17-18 M)
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para empirikus, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia. Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis JJ.Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason) yang terbit tahun 1781, memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.
6.      Jaman Pos Modern (Abad 18-19 M)
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Berkaitan dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu
1          .      teologis.  
2          .      Metafisis.
3          .      Positif-ilmiah.
Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. LĂ©vi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research).
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan filsafat.
Selain itu juga muncullah filsafat analitis. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-1951). Ilmu yang ditekuninya adalah ilmu penerbangan yang memerlukan studi dasar matematika yang mendalam. Filsafat analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950. Filsafat ini membahas mengenai analisis bahasa dan anlisis konsep-konsep.

BAB III
PENUTUP

Filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam di Zaman Yunani Kuno  adalah Thales (624-546 SM). Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Selain Thales, terdapat pula beberapa ahli filsuf yang lain diantaranya adalah Heracleitos, Permenides, Plato dan lain-lain. Puncak keemasaan pada masa Yunani Kuno dicapai pada masa Sokrates dan Aristoteles.
Jaman kegelapan di mulai dari abad 12-13 M. Pada masa ini terjadi pertentangan antara gereja yang diwakili oleh pastur dan para raja yang pro dengan para ulama filsafat. Pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah mati. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja lah yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.
            Pada zaman modern,perkembangan filsafat mulai ditandai dengan munculnya berbagai pemikiran-pemikiran yaitu rasionalisme, empirisme, dan kritisme. Aliran rasionalisme di pimpin oleh Rene Descartes dan aliran empirisme dipimpin oleh David Hume. Sedangkan alira kritisme dipimpin oleh Imannuel Kant.
            Kemudian, perkembangan filsafat tidak berhenti pada zaman modern namun filsafat berkembang hingga zaman post modern. Zaman Post Modern ini terjadi pada abad 18-19 M. Pada abad ini banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme fenomenologi, Hedonisme dan Capitalism . Tokoh-tokoh filsafatyang terlahir di zaman ini antara lain: A. Comte, William James, Cl. LĂ©vi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Sejarah Filsafat. http://gezafa.blogspot.com.
Billy Yanuar Wijaya. 2010. Sejarah dan Perkembangan Filsafat dari Masa ke Masa. [online].
Budi Setiawan. Sejarah Perkembangan Pemikiran Filsafat : Suatu Pengantar ke Arah Filsafat Ilmu. [online]

Minggu, 07 Oktober 2012

REFLEKSI PERTAMA




Filsafat ialah olah pikir yang refleksif. Filsafat sejatinya menirukan terminologi dunia. Kata dunia dapat di tempatkan di depan apapun seperti dunia politik, dunia sore, dunia pagi, dunia malam, dunia hiburan, dunia olahraga, dunia tumbuhan dan lain sebagainya. Layaknya dunia, filsafat pun dapat di tempatkan di depan apapun yaitu seperti filsafat manusia, filsafat tumbuhan, filsafat pegadaian dan lain sebagainya. Filsafat itu adalah olah pikir yang refleksif dengan olah pikir yang refleksif itulah kita bisa memikirkan apapun yang kita bisa. Kita dapat memikirkan Tuhan secara terbatas namun dalam memikirkannya kita harus berhati-hati.

Filsafat adalah ilmu multirupa yaitu ilmu yang paling dekat dengan kita. Ilmu tersebut bisa sangat jauh, dekat, membahayakan dan lain sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam filsafat adalah bahasa analog dan objek yang dipelajaai adalah yang ada dan yang mungkin ada. Belajar filsafat berarti belajar tentang tatacara atau aturan atau adab yang telah ditentukan. Hal ini sama halnya dengan tatacara akan melaksanakan sholat. Hal yang harus dilakukan sebelum melaksanakan sholat adalah bersuci yaitu dengan berwudhu. Orang yang tidak mengerti dan tidak tahu tentang tatacara adalah orang yang biadab.

Pada dasarnya filsafat dapat didefinisikan sebagai banyak hal. Filsafat letaknya sangatlah tinggi sehingga setinggi-tinggi filsafat jangan sampai melampaoi atau melebihi spiritual. Karena filsafat adalah olah pikir yang refleksif maka setinggi-tinggi olah pikir manusia jangan sampai melalmpaoi atau melebihi keyakinannya atau keimanannya. Sebelum kita berfilsafat, ada beberapa adab atau tatacara berfilsafat yang harus diperhatikan, yaitu:

1.      Kedudukan filsafat dikaitkan dengan spiritual atau hubungan antara berdoa dengan pikiran.

Adab yang pertama ini sangatlah penting dan wajib dipatuhi. Dasar utama atau pondasi utama yang harus dimiliki orang yang akan berfilsafat adalah spiritual. Ibarat berjalan 2 langkah maka 20 langkah berdoa, ibarat berjalan 5 langkah maka 50 langkah berdoa dan begitulah seterusnya.Spritual yang tinggi akan membantu orang tersebut dalam berfilsafat yang sehat sehingga tidak terjebak dalam filsafat yang sesat. Oleh karena itulah, sebelum kita berfilsafat hendaknya berdoa terlebih dulu untuk meminta petunjuk dan memohon ampun kepada Allah Swt. Setelah selesai berfilsafat pun kita hendaknya bersyukur dan memohon petunjuk serta ampun kepada Allah Swt.

2.      Filsafat itu hidup.

Karena filsafat itu hidup maka metode yang digunakan untuk mempelajari filsafat adalah metode hidup. Maka untuk mengetahui apa itu metode hidup tengoklah semua hal yang ada di luar sana yaitu lingkungan sekitarmu. Catatlah dan pelajarilah segala macam ciptaan Tuhan. Karena metode yang digunakan adalah metode hidup maka munculah yang namanya hidup sehat dan hidup yang tidak sehat dan ada juga hidup yag bahagia begitu juga dengan filsafat ada filsafat yang sehat dan ada juga filsafat yang tidak sehat.
Contoh hidup yang tidak sehat antara lain jika ia sakit, menghilang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan, datang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan, tergesa-gesa, terpaksa, memaksa, dan lain sebagainya. Contoh hidup yang sehat antara lain adalah orangnya beradab, tahu bagaimana memposisikan dirinya sesuai dengan ruang dan waktu. Karena metode hidup yang sehat antara lain adalah orangnya itu beradab maka berfilsafat yang sehat adalah beradab. Beradab artinya adalah berusaha untuk mengenal tatacara dan sopan santun.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sebelum berfilsafat kita harus berdoa. Maka untuk berdoa diperlukan keadaan jasmani dan rohani yang sehat. Jika Anda sakit maka kegiatan beribadah Anda akan terganggu. Supaya dapat berfilsafat secara sehat maka kenalilah dulu bagaimana tatacara berfilsafat yang sehat.
Karena filsafat itu hidup maka metode hidup yang dikenal dalam berfilsafat berkaitan dengan alat berfilsafat yaitu bahasa yang digunakan yakni analog. Obyek yang dipelajari dalam berfilsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Yang mungkin ada adalah sesuatu yang belum diketahui dan yang ada adalah sesutu yang telah diketahui, dapat dilihat, dirasakan, diraba dan lain seterusnya.

3.      Berfilsafat membersihkan diri.

Orang yang akan berfilsafat harus membersihkan diri dari pikiran-pikiran yang mengganggu sama halnya dengan orang yang akan melaksanakan sholat juga harus membersihkan diri dari pikiran-pikiran yang mengganggu. Orang yang akan berfilsafat harus berpikiran jernih. Syarat agar dapat berpikir secara jernih adalah badanya harus bersih. Badan yang bersih adalah tidak kotor, terhindar dari sakit serta dari hal-hal yang dapat membuat badan tersebut menjadi tidak bersih. Dalam filsafat kondisi tidak bersih disebut sebagai pure atau tidak predugdise atau tidak ada kebersihan.
Dengan demikian terlihat jelas, bahwa bahwa berfilsafat bukanlah aliran sesat melainkan olah fikir yang refleksif. Sebelum berfilsafat kita diwajibkan untuk berdoa terlebih dahulu agar tidak tersesat.

Metode yang digunakan dalam filsafat adalah metode berfilsafat yaitu metode hidup yang berkaitan dengan pikiran manusia yang jika diterjemahkan secara agak kasar adalah terjemah dan diterjemahkan. Terjemah dan diterjemahkan ini berasal dari bahasa Yunani yang disebut hermenitika. Hermenitika adalah menterjemahkan dan diterjemahkan yang artinya berinteraksi tetapi refleksif yang sama halnya dengan interaksi yang refleksif. Jika filsafat adalah olah pikir yang refleksif maka berfilsafat adalah berinteraksi yang refleksif. Menterjemahkan dan diterjemahkan maka setiap yang ada di dunia ini sifatnya adalah saling berinteraksi dengan yang lainnya. Seperti halnya manusia, tumbuh-tumbuhan, batu-batuan, dan material-material pun belajar saling terjemah dan diterjemahkan dan saling berinteraksi dengan semuanya yang ada.

Adab tentang hidup yang sehat. Secara filsafat adab tentang hidup yang sehat dikatakan hidup yang harmonis. Hidup yang seimbang antara unsur-unsurnya. Harmonis identik dengan bahagia dan tidak harmonis identik dengan tidak bahagia. Maka jika ingin hidup bahagia, hiduplah dengan seimbang dan harmonis.

Untuk mencapai hidup yang seimbang dan harmonis tidaklah dilakukan hanya dengan berdiam diri saja. Karena diam itu ternyata tidak seimbang. Karena sumbu dari hidup yang seimbang dan harmonis adalah sumbuh ikhtiar dan sumbu usaha serta sumbu keikhlasan. Keikhlasan menerima di dalam ikhtiar jika diteruskan  akan menjadi keikhlasan menerima di dalam ikhtiar yang mengerti aturan-aturan di dalam kerangka spiritualnya. Maka ciri-ciri hidup yang sehat adalah hidup yang seimbang dan harmonis. Berfilsafat tidaklah mudah, ada banyak adab dan hal-hal yang perlu dimengerti, dipahami, dan dipatuhi. Sehingga sebenar-benar orang berfilsafat adalah orang tersebut harus berintraksi, refleksif dan didalamnya ada berpikir refleksif.

Peratanyaan:


Mengapa kita harus hidup secara harmonis dan seimbang?